Adakah
kaum muslimin dan muslimah yang tak mengenal sosok Fathimah binti
Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam? Rasanya tak mungkin! Beliau
radiyallahu’anha satu-satunya putri Rasulullah shalallahu alaihi
wassalam yang hidup mendampingi beliau hingga wafatnya beliau ke
Rafiqil a’la.1 Fathimah az-Zahra radiyallahu’anha adalah ratu bagi para
wanita di surga (Sayyidah nisa ahlil jannah). Pemahaman beliau tentang
arti jilbab yang sesungguhnya sangat layak untuk disimak dan direnungi
oleh para muslimah yang sangat merindukan surga dan keridhaan RabbNya.
Sudah sempurnakah kita menutup aurat kita seperti apa yang difahami
Shahabiyah?
Wahai
saudariku muslimah yang merindukan surga Firdaus al-A’la…Shahabiyah
yang mulia ini memandang buruk terhadap apa yang di lakukan wanita
terhadap pakaian yang mereka kenakan yang masih menampakkan gambaran
bentuk tubuhnya. Apa yang beliau tidak sukai itu beliau sampaikan kepada
Asma radiayallahu’anha sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ummu
Ja’far bahwasanya Fatimah binti Rasulullah shalallahu alaihi wassalam
berkata:
“Wahai
Asma’! Sesungguhnya aku memandang buruk apa yang dilakukan oleh kaum
wanita yang mengenakan baju yang dapat menggambarkan tubuhnya.” Asma’
berkata : ‘”Wahai putri Rasulullah maukah kuperlihatkan kepadamu sesuatu
yang pernah aku lihat di negeri Habasyah?” Lalu Asma’ membawakan
beberapa pelepah daun kurma yang masih basah, kemudian ia bentuk menjadi
pakaian lantas dipakai. Fatimah pun berkomentar: “Betapa baiknya dan
betapa eloknya baju ini, sehingga wanita dapat dikenali (dibedakan) dari
laki-laki dengan pakaian itu. Jika aku nanti sudah mati, maka
mandikanlah aku wahai Asma’ bersama Ali (dengan pakaian penutup seperti
itu ) dan jangan ada seorangpun yang menengokku!” Tatkala Fatimah
meninggal dunia, maka Ali bersama Asma’ yang memandikannya sebagaimana
yang dipesankan. ”2
Syaikh
Albani rahimahullah berkata : Perhatikanlah sikap Fatimah radiyallahu
anha yang merupakan bagian dari tulang rusuk Nabi shalallahu alaihi
wassalam bagaimana ia memandang buruk bilamana sebuah pakaian itu dapat
mensifati atau menggambarkan tubuh seorang wanita meskipun sudah mati,
apalagi jika masih hidup, tentunya jauh lebih buruk. Oleh karena itu
hendaklah kaum muslimah zaman ini merenungkan hal ini, terutama kaum
muslimah yang masih mengenakan pakaian yang sempit dan ketat yang dapat
menggambarkan bulatnya buah dada, pinggang, betis dan anggota badan
mereka yang lain. Selanjutnya hendaklah mereka beristighfar kepada Allah
dan bertaubat kepada-Nya”3
Wahai
ukhti muslimah yang dirahmati Allah,…benarlah apa yang dikatakan oleh
Syaikh Albani rahimahullah. Fitnah yang melanda kaum muslimah begitu
deras dan hebat.Jika Fathimah radiyallahu’ anha saja tidak rela jasadnya
tergambar bentuk tubuhnya tentulah dapat kita fahami bagaimana beliau
mengenakan jilbab di masa hidupnya. Karena beliau sangat memahami
perintah jilbab dengan pemahaman yang benar dan sempurna. Pemahaman
beliau yang sangat mendalam ini jelas tersirat dari ketidaksukaannya
yang beliau pandang sebagai suatu keburukan apabila seorang wanita
memakai pakaian yang dapat menggambarkan lekuk tubuhnya.
Lalu
bandingkanlah dengan apa yang dikenakan oleh sebagian kaum muslimah
dewasa ini sangat jauh dari apa yang disyariatkan oleh Rabb mereka. Jauh
panggang dari api.Mereka menisbahkan pakaian wanita dengan kerudung ala
kadarnya yang sekedar menutupi leher-leher mereka tidak sampai menutupi
dada dengan nama pakaian islami atau jilbab. Dan ironisnya yang
memakainyapun merasa bahwa apa yang mereka pakai itu sudah benar karena
melihat para artis di TV mengenakan yang demikian itu jadilah pakaian
trendy ini menyebar begitu cepat dan menjadi pakaian pilihan utama
mereka. Bahkan tentu terkadang kita melihat saudari kita yang memakai
busana muslimah yang justru menambah fitnah karena nampak jelasnya lekuk
tubuh mereka dengan penutup kepala yang melilit di leher (sehingga
jenjang atau tidaknya bentuk leher terlihat sangat jelas) dan hanya
sampai di bagian pundak saja tidak sampai ke dada disambung dengan
pakaian ketat yang menggambarkan bentuk payudara mereka kemudian celana
ketat yang menambah jelas lekukan tubuh mereka. Ada juga yang memakai
abaya (gamis/pakaian terusan) memilih ukuran yang ketat daripada ukuran
besar dan lapang dengan alasan agar nampak cantik dan modis! Sebagian
adapula yang memakai penutup kepala dengan menyanggul rambut-rambut
mereka hingga ketika mereka berjalan dapat dilihat dengan jelas ikatan
rambut tersebut, karena sangat kecilnya penutup kepala yang mereka pakai
maka merekapun mengikat rambut tersebut agar tidak menyembul keluar.
Bukankah apa yang mereka pakai itu semua justru yang semestinya mereka
jauhi karena Rasulullah shalallahu alaihi wassalam telah bersabda :
“Pada
akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun
(hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol
(punuk) onta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka itu adalah kaum
wanita yang terkutuk.”4
Di dalam hadits lain terdapat tambahan :
“Mereka
tidak akan masuk surga dan juga tidak akan memperoleh baunya, padahal
baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan (jarak) sekian dan
sekian.”5
Kemudian lihatlah penjelasan dari Ibnu Abdil Barr rahimahullah ia berkata:
“Yang dimaksud Nabi shalallahu alaihi wassalam adalah kaum wanita yang
mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan)
bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka
itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.”6
Dari Ummu Alqamah bin Abu Alqamah bahwa ia berkata :
“Saya
pernah melihat Hafshah bin Abdurrahman bin Abu Bakar mengunjungi
‘Aisyah dengan mengenakan khimar(kerudung) tipis yang dapat
menggambarkan pelipisnya, lalu ‘Aisyah pun tak berkenan melihatnya dan
berkata : “Apakah kamu tidak tahu apa yang telah diturunkan oleh Allah
Subhanahu wa ta’ala dalam surat An Nuur?!” Kemudian ‘Aisyah mengambilkan
khimar untuk dipakaikan kepadanya.7
Syaikh
Albani menjelaskan perkataan Aisyah radiyallahu anha : Apakah kamu
tidak tahu tentang apa yang diturunkan oleh Allah dalam surat An-Nuur?
Mengisyaratkan bahwa wanita yang menutupi tubuhnya dengan pakaian yang
tipis pada hakikatnya ia belum menutupi tubuhnya dan juga belum
melaksanakan firman Allah Subahnahu wa ta’ala yang ditunjukkan oleh
Aisyah radiyallahu anha yaitu “Dan hendaklah kaum wanita menutupkan
khimar/kerudung pada bagian dada mereka”8
Tidakkah
kita melihat perbedaan yang sangat jauh antara generasi Shahabiyah
dengan kita? Mereka benar-benar menjadikan jilbab sebagai penutup tubuh
dan aurat sebagai bentuk ketaatan pada perintahNya sedangkan kita justru
sebaliknya menjadikan jilbab sebagai pembuka fitnah kecuali
wanita-wanita yang dirahmati Allah. Jilbab yang difahami shahabiyah
sebagai pakaian yang lapang (lebar) yang menutupi tubuh dari atas kepala
hingga ujung kaki sedangkan kaum muslimah sekarang menganggap jilbab
adalah secarik kain yang digunakan untuk menutupi rambut mereka saja
sedangkan bagian-bagian lainnya mereka tutupi dengan bahan yang ala
kadarnya yang tidak bisa dikatakan menutupi aurat apalagi menutupi lekuk
tubuh mereka. Kepada Allahlah kita memohon pertolongan semoga kaum kita
mau kembali kepada Rabb mereka dan berusaha untuk menunaikan apa yang
diperintahkan Allah dan rasulNya secara sempurna dan menyeluruh.
Sebagaimana firmanNya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu(Al-Baqarah :208).
Wallahu’alam bish-shawwab.
Sumber :
1. Jilbab Wanita Muslimah menurut Al-Qur’an dan Sunnah, Syaikh Nashiruddin Al-Albani,Pustaka Tibyan,Solo.
2. Ringkasan Shahih Muslim, Imam Al-mundziri, Pustaka Amani, Jakarta.
3. Mengenal Shahabiyah Nabi Shalallahu alaihi wassalam, Mahmud al-Istanbuli, Pustaka Tibyan, Solo.